A. Pengertian Ilmu

Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alika, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar, seperti ungkapan: 
علم اصموعى درس الفلسفة “Asmu’I telah memahami pelajaran filsafat”.

Dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin scienta (pengetahuan)­_scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

Adapun beberapa defenisi ilmu menurut para ahli, diantaranya adalah:

  • Muhammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, baik kedudukanya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
  • Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
  • Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang kemperehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman drngan istilah yang sederhana.
  • Ashley Monragu, Guru Besar Antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menemukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
  • Harsojo, Guru Besar Antropologi di Universitas Padjajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah :
  1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan.
  2. Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh factor, ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia.
  3. Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk:”Jika…,maka…”.
Afanasyef, seorang pemikir Marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan menusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran, Ia memikirkan alam  dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.

Dari keterangan para ahli tentang ilmu di atas, Amsal Bakhtiar menyimpulkan bahwa ilmu adalah sebahagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif (bersusun timbun). Mulyadi Kartanegara berpendapat bahwa objek ilmu tidak mesti selalu empiris, karena realitas itu tidak hanya empiris bahkan yang tidak empiris lebih luas dan dalam dibandingkan dengan yang empiris, Karena itu, dia memasukkan teologi adalah ilmu, yang sama dengan ilmu-ilmu lainya.

B. Ciri-ciri Ilmu

Tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan dapat dikatakan ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah.

Jadi ciri ilmu mempergunakan metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang merupakan langkah-langkah yang sistematis. Tidak hanya suatu ilmu yang mempergunakan metode-metode. Penciptaan seni, pembentukan keputusan, dan karya pertukangan pun memakai metode. Walaupun demikian metode mempunyai kedudukan khas dalam ilmu. Entah dalam sains, ilmu sosial, atau dalam ilmu budaya. Bila seorang tukang sepatu peran metode penting tetapi sebagai penunjang saja. Tekanan terletak pada kegiatan praktis, seperti memakai alat dan mengadakan percobaan penting juga terutama untuk menunjang metode. Menerapkan ilmu pada kejuruan dan teknik mempengaruhi kegiatan ilmiah.

Secara sederhana metode ilmiah merupakan gabungan dari pendekatan rasional dengan pendekatan empiris. Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta dan yang fiktif. Maka hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni: 
  • Harus konsisten dengan dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
  • Harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif di mana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif.
Alur berfikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam lima langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah:
Perumusan Masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan factor-faktor yang terkait didalamnya.

Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.

Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.

Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran disini harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.

Dari pemaparan singkat di atas tentang ciri ilmu, kita sudah bisa memahami bahwa ciri ilmu yaitu memiliki metode yang dikenal dengan metode ilmiah (sistematis, rasional, empiris, umum, komulatif), yang kebenarannya diuji secara rasional, empiris, riset dan eksperimental.    

C. Ilmu sebagai Metode dan Produk

Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa adalah ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain.

1. Ilmu sebagai metode

Ilmu sebagai metode adalah merupakan suatu proses penerapan ilmu dengan penjabaran yang terperinci dalam rangka menemukan pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah :

a. Metode Induktif

Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita akan tahu bahwa logam lain kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut juga dengan pengetahuan sintetik.

b. Metode Dedukti

Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Contohnya: Jika penawaran besar, harga akan turun. Karena penawaran besar, maka beras akan turun.

c. Metode positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1789-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.

d. Metode kontemplatif

Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh al-Ghazali. Intuisi dalam tasawuf disebut ma’rifah yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran.

e. Metode dialektis

Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates, namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mecapai apa yang terkandung dalam pandangan.

2. Ilmu sebagai produk

Carles Siregar menyatakan: “ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan”. Adapun Jujun S. Suriasumantri dalam buku Ilmu dalam persperktif menulis.”…ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar produk yang siap dikonsumsikan”.

Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas menusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun hanya terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Dengan ilmu yang dimiliki oleh manusia, maka manusia mempergunakanya sebagai suatu produk untuk mengembangkan ilmu tersebut menjadi pengetahuan-pengetahuan dan hasil karya yang bisa diambil manfaatnya.

Tentang tujuan ilmu pengetahuan dalam ilmu pengetahuan moderen ialah bahwa ilmu pengetahuan bertujuan menundukkan alam, alam dipandangnya sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan dan dinikmati semaksimal mungkin. Dalam hubungan ini Nasr (Sayyed Hosein Nasr) mengemukakan bahwa akibat yang akan terjadi dari pandangan demikian, alam diperlakukan oleh manusia modern seperti pelacur, mengambil manfaat dan kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggungjawab apapun.

Perkembangan ilmu pengetahuan di zaman kontemporer ditandai dengan berbagai teknologi canggih. Teknologi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan yang pesat. Mulai dari penemuan komputer, satelit komunikasi, internet dan lain-lain. Manusia dewasa ini memiliki mobilitas yang begitu tinggi, karena pengaruh teknologi komunikasi dan informasi.

Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran pun semakin menajam dalam spesialis dan subspesialis. Demikian bidang-bidang ilmu lain disamping kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainya, sehingga dihasilkan bidang ilmu baru seperti bioteknologi dan psikolinguistik. Hal ini merupakan implementasi ilmu sebagai suatu produk yang dikembangkan oleh para ilmuwan.

Produk-produk ilmu sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dan merupakan kenyataan yang tak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang budi kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya, Singkatnya ilmu merupakan sarana (juga produk-Pen-) untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.

Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan (memproduk) berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk mempermudah kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat segatif yang menimbulkan melapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.

DAFTAR PUSTAKA

Admojo, Wihadi. Et al., Kamus Bahasa Indonesia. Cet. I; Jakarta: Balai Pustaka, 1998
Al-Ghazali, al-Munqidh min al-Dhalal. Diterjemahkan oleh Masyhur Abadi dengan Setitik Cahaya Dalam Kegelapan. t. cet; Surabaya: Progressif, 2002
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat, dan Agama. Cet. VII; Surabaya: Bina Ilmu, 1981
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. t. Cet; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Kementrian Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia. Al-Qur’an dan Terjemahannya. t. cet; madinah: Percetakan al-Qur’an al-Karim Raja Fahd, 1426